Pelaut

Friday, November 15, 2013

Ekstrakurikuler

Saya disekolah memang tidak punya Ekstrakurikuler karena menurut saya itu menyita waktu saya ...
Tapi saya suka Pecinta alam .. karena kakak saya seorang pemandu dan pembina Pecinta alam hal itu yang membuat saya termotivasi.
Komunitas pencinta alam merupakan sesuatu yang awalnya terasa tidak mungkin untuk saya ikuti. Karena saya merasa sangat kurang tahu tentang seluk beluk organisasi ini. Sejak awal masuk SMA, tidak ada ekskul PA, yang ada hayalah ekskul wajib pramuka, kesenian, olahraga, jurnalistik, dan KIR. Setelah masuk kuliah, saya memberanikan diri untuk ikut PA. Dengan modal pengetahuan pas pasan dan iming iming bisa melanglang buana ke tempat tempat ekstrim.
Setelah menempuh pendidikan dasar yang berupa materi kepencintaalaman dan aplikasi langsung di hutan rimba selama seminggu, akhirnya saya bisa mendapatkan kain perjuangan itu. Dalam pencinta alam disebut scraft, sebagai tanda keanggotaan sebuah organisasi PA. Dan bagi saya, itu adalah perjuangan yang luar biasa. Aplikasi umum yang kita ikuti bertempat di Taman Nasional Meru Betiri., sebuah kawasan konservasi yang memiliki aneka macam misteri di dalamnya, termasuk Harimau jawa yang dianggap punah. Seluruh peserta dan panitia ditempa dengan medan yang sangat berat, diharuskan untuk bertahan hidup dan menghargai apa yang ada di sekitar kita. Bahkan ketika kita semua melewati medan yang berat dan tidak ada titik air disana, kita diharuskan untuk memanagemen air persediaan kita agar tidak sampai habis. Pelajaran ini tidak saya terima di kehidupan sehari hari. Air tinggal beli, mau mandi tinggal buka kran. Sebuah kontras yang sangat berpengaruh pada gaya kehidupan saya ke depan.
Begitu juga dengan makanan, kita harus menghargai apa yang alam sediakan untuk kita manfaatkan. Di materi kepencintaalaman, juga di pelajari cara membedakan dedaunan yang bisa dimakan atau tidak. juga untuk beberapa materi jamur. Sejak saya ikut pencinta alam, saya belajar untuk tidak milih milih dalam makan. Sayur yang sebelumnya enggan saya jamah pun mulai akrab dengan mulut dan lambung ini.
Selang dalam perjalanan ikut dalam organisasi pencinta alam, memang banyak stigma miring. Anak PA itu kucel kucel, jorok, jarang mandi, kuliahnya lama, dan banyak lagi predikat buruk lainnya. Apalagi sekarang sudah menjadi trend, seiring dengan maraknya produk produk yang mengatasnamakan lingkungan. Bagi saya itu hanyalah opini publik atas apa yang mereka lihat saja, bukan yang mereka rasakan dan pahami sepenuhnya. Intinya, opini tersebut terbentuk karena tak adanya sikap positif thinking dalam diri kita untuk menyikapinya.
Dengan menjadi pencinta alam, apakah saya sudah bisa mencintai alam? Secara harfiah, pencinta alam adalah orang yang mencintai alam. Apabila disuruh untuk menjawab pertanyaan tersebut, jujur saya masih bingung. Karena saya sendiri masih dalam upaya belajar dan terus belajar untuk mencintai alam. Mungkin dengan cara yang paling remeh sekalipun. Membuang sampah pada tempatnya dan tidak membuang buang air. Ada yang bilang, hal kecil akan membuat perubahan yang besar apabila kita setia melakukannya.
Terus terang, sejak ikut pencinta alam, banyak hal hal yang berubah dalam diri saya. Selama masa perjalanannya, banyak kegiatan positif yang dilakukan. Diantaranya penghijauan, advokasi lingkungan, konservasi, dan jurnalistik lingkungan. Setelah menjalani proses selama beberapa tahun, akhirnya saya memantapkan diri untuk memilik jurnalistik lingkungan sebagai ilmu yang harus saya dalami secara terus menerus. Karena saya suka menulis. Ya, terkadang dalam beberapa tulisan, saya mencoba untuk memberikan sudut pandang dari sisi lingkungan. Termasuk dalam menulis di media blogger.
Selain itu, kita juga bisa belajar berorganisasi. Sebagai bekal untuk terjun di dunia masyarakat suatu sa’at nanti. Mulai dari merancang sebuah acara, belajar mengungkapkan pendapat, bermusyawarah, dan saling menghargai. Tak hanya itu, saya bisa merasakan eratnya hubungan kami sesama pencinta alam. Seperti sebuah keluarga. Bahkan kalau menurut saya pribadi, lebih dari keluarga. Dengan terjun di dunia pencinta alam, benar benar mengajarkan saya cara bertahan hidup dalam keadaan sesulit apapun itu. Apalagi bagi anak kos yang sering sekarat dang ngos ngosan. Penghargaan terhadap apa yang ada di sekitar kita juga semakin bertambah. Entah apapun itu usahanya, rasanya bahagia banget kalau kita bisa mengaplikasikan apa yang kita dapat dalam ilmu kepencintaalaman, meskipun itu secuil.


No comments:

Post a Comment